Senin, 05 Desember 2011

Hardiknas Ala Indonesia



Kelakuan kita sebagai bangsa memang cocok dengan kekayaan budaya kita. Berbeda-beda dan beragam tapi tetap satu jua.Begitu juga dengan peringatan hari pendidikan nasional, masing-masing kelompok memperingatinya dengan cara yang berbeda. Dari rakyat jelata sampai rakyat bangsawan punya gayanya sendiri dalam mengekspresikannya.

Marilah kita lihat gaya nomer 1. Begitu hardiknas tiba, kelompok ini malah merasa harinya sama seperti hari-hari biasanya. Cobalah anda tanya kepada mereka, jangan-jangan mereka bahkan tidak tahu apa dan kapan itu hardiknas. Tetapi jangan karena sikapnya yang terkesan cuek itu lantas kita merasa perlu memandang sinis kearahnya. Mungkin saja meraka yang tidak tahu itu memang karena tidak pernah diberi tahu. Mungkin saja selama ini gurunya tidak pernah mengajarkan tentang hakikat dan makna hardiknas bagi bangsa ini. Yah, maklumlah. Model pendidikan sekolah-sekolah kita memang lebih banyak kearah pengetahuan bukan penghayatan.

Yang satu ini kita sebut saja gaya nomer 2. Kalau sebelumnya mereka yang tidak tahu menganggap hardiknas biasa-biasa saja. Kelompok 2 ini sebenarnya sudah tahu apa dan kapan itu hardiknas. Tetapi sepertinya tidak ada kegiatan spesial yang mereka lakukan pada hari spesial ini. Kita pun segera memberikan label pragmatis kepadanya. Padahal jika kita lihat lagi, mereka menjalankan hardiknas sama seperti hari-hari mereka sebelumnya. Yang pelajar tetap belajar. Yang bekerja tetap masuk kantor. Mereka pada dasarnya sedang berjuang terhadap hidup mereka sendiri dan juga hidup orang tua serta anak, istri mereka. Baginya hardiknas berarti belajar dan bekerja lebih giat lagi untuk menggapai masa depan gemilang.

Gaya nomer 3 saya letakkan untuk para mahasiswa. Yang rajin aksi turun ke jalan menuntuk keadilan. Mereka menyuarakan aspirasi-aspirasi masyarakat dan rakyat-rakyat tertindas yang selama ini mungkin kurang mendapat perhatian penguasa. Mahasiswa-mahasiswa ini berkumpul menjadi lautan warna, ada yang hijau, biru, kuning, semua membawa almamater kampus kebanggaannya. Apakah dengan begitu mereka pantas merasa paling peduli dengan hardiknas? Saya rasa tidak.

Yang terakhir ini kita namakan gaya nomer 4. Yang satu ini memang lebih senang bekerja daripada berbicara. Jargonnya bahkan dipungut dari salah satu iklan di TV, "talk less, do more". Mereka lebih suka membangun sekolah untuk anak jalanan, melakukan bakti sosial, dan langkah-langkah nyata lainnya. Kebanyakan mereka bahkan memandang sinis terhadap aksi turun ke jalan. Baginya menuntut hanyalah langkah percuma yang pantas ditinggalkan.

Sudah saya paparkan gaya-gaya peringatan hardiknas. Anda mungkin masuk ke dalam salah satu dari gaya di atas. Di sini bukan niat saya untuk mengkotak-kotakkan cara kita memperingati hardiknas. Saya sudah katakan sebelumnya, kita memang berbeda tapi tetap satu jua. Semua gaya itu intinya juga demi kecintaan kita sebagai pribadi, keluarga, bahkan negara. Jadi tidak ada gaya yang paling top dan gaya yang paling down. Semua hendaknya kita lihat dalam satu bingkai. Kita sedang berjuang di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar