Senin, 05 Desember 2011

Refleksi Lampu Merah


Kita boleh berbangga hati. Karena saat ini Indonesia masih menduduki peringkat 1 se-Asia Pasifik. Posisi yang pastinya sangat prestisius. Sayangnya kategorinya bukanlah dalam bidang kesejahteraan ataupun kesehatan. Melainkan dalam bidang korupsi. Kebiasaan dan kegemaran berkorupsi ria di masyarakat kita memang sudah menggurita. Bukan lagi pejabat yang bisa dengan mudah menjalankan hobi korupsinya, tapi masyarakat jalanan seperti kita pun bisa melakukannya. Kesenangan berbagi hobi tampaknya sudah mulai menjalar ke tiap lapisan masyarakat.

Disadari ataupun tidak, hobi korupsi masyarakat jalanan seperti kita ini sebenarnya sangat simpel dan sederhana. Setiap Anda pasti pernah berhenti di lampu merah bukan? Lihat saja bagaimana perilaku masyarakat kita di sana. Walaupun lampu merah masih dengan gagah mengatakan STOP, masyarakat kita malah senang melanggarnya. Coba Anda hitung berapa banyak pengendara yang dengan nekat menyerobot lampu merah. Padahal di setiap lampu merah ada garis batas berwarna putih yang menjadi tanda di mana seharusnya pengendara berhenti. Aturan sebenarnya adalah setiap kendaraan wajib berhenti di belakang garis putih. Sayangnya kepatuhan itu hanya mungkin terjadi saat ada bapak-bapak polisi. Logikanya kalau tidak ada yang menjaga buat apa patuh? Bukankah peraturan itu dibuat untuk dilanggar?

Perilaku pengendara di lampu merah pun sebenarnya adalah salah satu bagian dari yang namanya korupsi. Memang bukan uang yang dikorup, melainkan waktu dan jarak. Pengendara-pengendara yang nyerobot walaupun lampu masih merah berarti korupsi waktu. Pengendara-pengendara yang berhenti melewati batas putih artinya korupsi jarak. Jadi sebenarnya korupsi itu tidak melulu berkaitan dengan uang. Kadang apa yang tidak pernah kita anggap sebagai tindakan korupsi bisa jadi merupakan tindakan korupsi.

Malah bisa jadi kebiasaan kita di lampu merahlah yang menyebabkan hobi korupsi semakin menggurita. Awalnya korupsi waktu, korupsi jarak. Lama-lama kita mungkin akan korupsi uang negara. Karena masalah dasarnya bukanlah terletak pada apa yang kita korupsikan tapi lebih kepada kegemaran kita berkorupsi. Kalau hobi ini terus berlanjut, apa kabarnya Indonesia masa depan?

Memerangi korupsi memang butuh perjuangan. Ibarat menguraikan benang kusut, kita pun akan bingung dari mana harus memulai. Tapi janganlah jadikan diri kita sebagai pengkritik handal, namun lupa pada perannya sebagai individu. Memerangi korupsi bisa kita mulai dari diri kita sendiri. Minimal di lampu merah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar